Semalem saya abis nonton film dua garis biru bareng suami. Saya sengaja nonton film ini bareng suami karena katanya film ini sarat makna buat para orang tua..
Di film ini banyak adegan dan dialog yang menyentuh antara orang tua dan anak. Tapi saya ga ikut nangis, kaya review-review orang yang cerita kalau film ini mewekin banget. Saya malah mikir banget, gimana kalau cerita film ini kejadian di kehidupan nyata saya. Merinding.. dan cuma bisa ngucap Naudzubillahi min dzalik.. saya berlindung kepada Allah dari perkara buruk tersebut..
Film dua garis biru ini ngasih tau kita kalau free sex atau pregnant by accident ini bisa kejadian sama siapa aja. Bisa kejadian sm anak2 yang ortunya sibuk kerja kaya Dara, bahkan juga anak2 yang ortunya selalu ada di rumah kaya Bima, bisa juga kejadian sama anak-anak dari keluarga sederhana kaya Bima bahkan sama anak-anak dari keluarga menengah ke atas kaya Dara, dan bisa juga menimpa anak-anak pinter kaya Dara atau yang cenderung ga pinter kaya Bima. Hal ini bisa juga kejadian sama anak yang secara fisik cantik, putih, bersih kaya Dara atau sama anak yang secara fisik biasa aja kaya bima, makanya mungkin di film ini tokoh Bima dibikin gelap kulitnya biar keliatan kucel, walaupun tetep keliatan ganteng sih, ya namanya juga film, tokoh utamanya harus tetep komersil dong biar menarik. Dan yang paling jleb buat saya sih ternyata hal ini bisa juga kejadian sama anak-anak yang berasal dari keluarga yang sangat religius kaya Bima, yang udah pasti tau batasan dosa dan pahala.
Gara-gara film ini saya jadi merenung. Saya sengaja sekolahin anak saya di SD berbasis agama. Saya beberapa kali ngebahas tentang kengerian pergaulan anak-anak jaman now sama orang tua lain , lalu pembicaraan kita diakhiri dengan kalimat "yang paling penting kita udah bekelin mereka ilmu agama", setelah itu lalu kita merasa sedikit lega karena menyekolahkan anak-anak kita di sekolah berbasis agama berharap anak-anak kita otomatis terbentengi sendiri dengan gambaran surga dan neraka. Padahal itu ga cukup! Kadang buat anak-anak pahala sebesar gunung uhud yang dijanjikan kalau kita selalu berdzikirpun kalah sama kebahagiaan yang mereka dapet saat ngerjain hobby mereka. Padahal seandainya pahala itu hal yang bisa kita liat dengan nyata di depan mata, pasti semua orang berlomba-lomba berzikir atau melakukan ibadah lainnya.
Jadi kalau menurut saya, bekal ilmu agama emang yang paling penting tapi itu belum cukup buat menghindari kebrutalan pergaulan jaman sekarang, karena anak-anak ini masih sangat realistis, belum bisa melihat jauh ke depan, apa yang mereka suka saat ini ya itu yang mereka kerjain.
Di film ini ada dialog antara ibu sama Bima yang buat saya ngerasa ketampar banget
Ibu: "padahal waktu kamu kecil, ibu suka tutup mata kamu kalau di tv ada adegan ciuman."
Bima: "emangnya ibu sama Bapak bisa ciuman karena sering liat adegan ciuman?!"
Ibu: "seandainya dari dulu kita sering ngobrol gini ya, Bim"
Jadi intinya bukan nutup mata anak, atau ngejauhin anak dari hal-hal yang menjurus ke sex biar anak-anak kita ga ngelakuin free sex, tapi dengan ngobrol. Kita sebagai orang tua harus ngejelasin tentang bahaya free sex, apa yang terjadi kalau mereka ngelakuin free sex, bukan cuma nakut-nakutin tapi kita harus buka mata anak-anak kita biar mereka bisa liat ke masa depan. Bonding antara orang tua dan anak juga penting banget, biar anak-anak terbuka sama kita, dan kita bisa jadi alarm pengingat mereka sebelum hal buruk terjadi. Tapi tetep kita harus jadi alarm pengingat yang baik, lembut dan mau mereka stel setiap hari, bukan alarm yang rebek nan ganggu yang pengen mereka banting dan ga mau mereka dengerin lagi besok harinya.
Mudah-mudahan kita semua dijadikan orang tua yang dicukupkan pengetahuannya dan bisa membimbing anak-anak kita di jalan yang benar. Aamiin
Di film ini banyak adegan dan dialog yang menyentuh antara orang tua dan anak. Tapi saya ga ikut nangis, kaya review-review orang yang cerita kalau film ini mewekin banget. Saya malah mikir banget, gimana kalau cerita film ini kejadian di kehidupan nyata saya. Merinding.. dan cuma bisa ngucap Naudzubillahi min dzalik.. saya berlindung kepada Allah dari perkara buruk tersebut..
Film dua garis biru ini ngasih tau kita kalau free sex atau pregnant by accident ini bisa kejadian sama siapa aja. Bisa kejadian sm anak2 yang ortunya sibuk kerja kaya Dara, bahkan juga anak2 yang ortunya selalu ada di rumah kaya Bima, bisa juga kejadian sama anak-anak dari keluarga sederhana kaya Bima bahkan sama anak-anak dari keluarga menengah ke atas kaya Dara, dan bisa juga menimpa anak-anak pinter kaya Dara atau yang cenderung ga pinter kaya Bima. Hal ini bisa juga kejadian sama anak yang secara fisik cantik, putih, bersih kaya Dara atau sama anak yang secara fisik biasa aja kaya bima, makanya mungkin di film ini tokoh Bima dibikin gelap kulitnya biar keliatan kucel, walaupun tetep keliatan ganteng sih, ya namanya juga film, tokoh utamanya harus tetep komersil dong biar menarik. Dan yang paling jleb buat saya sih ternyata hal ini bisa juga kejadian sama anak-anak yang berasal dari keluarga yang sangat religius kaya Bima, yang udah pasti tau batasan dosa dan pahala.
Gara-gara film ini saya jadi merenung. Saya sengaja sekolahin anak saya di SD berbasis agama. Saya beberapa kali ngebahas tentang kengerian pergaulan anak-anak jaman now sama orang tua lain , lalu pembicaraan kita diakhiri dengan kalimat "yang paling penting kita udah bekelin mereka ilmu agama", setelah itu lalu kita merasa sedikit lega karena menyekolahkan anak-anak kita di sekolah berbasis agama berharap anak-anak kita otomatis terbentengi sendiri dengan gambaran surga dan neraka. Padahal itu ga cukup! Kadang buat anak-anak pahala sebesar gunung uhud yang dijanjikan kalau kita selalu berdzikirpun kalah sama kebahagiaan yang mereka dapet saat ngerjain hobby mereka. Padahal seandainya pahala itu hal yang bisa kita liat dengan nyata di depan mata, pasti semua orang berlomba-lomba berzikir atau melakukan ibadah lainnya.
Jadi kalau menurut saya, bekal ilmu agama emang yang paling penting tapi itu belum cukup buat menghindari kebrutalan pergaulan jaman sekarang, karena anak-anak ini masih sangat realistis, belum bisa melihat jauh ke depan, apa yang mereka suka saat ini ya itu yang mereka kerjain.
Di film ini ada dialog antara ibu sama Bima yang buat saya ngerasa ketampar banget
Ibu: "padahal waktu kamu kecil, ibu suka tutup mata kamu kalau di tv ada adegan ciuman."
Bima: "emangnya ibu sama Bapak bisa ciuman karena sering liat adegan ciuman?!"
Ibu: "seandainya dari dulu kita sering ngobrol gini ya, Bim"
Jadi intinya bukan nutup mata anak, atau ngejauhin anak dari hal-hal yang menjurus ke sex biar anak-anak kita ga ngelakuin free sex, tapi dengan ngobrol. Kita sebagai orang tua harus ngejelasin tentang bahaya free sex, apa yang terjadi kalau mereka ngelakuin free sex, bukan cuma nakut-nakutin tapi kita harus buka mata anak-anak kita biar mereka bisa liat ke masa depan. Bonding antara orang tua dan anak juga penting banget, biar anak-anak terbuka sama kita, dan kita bisa jadi alarm pengingat mereka sebelum hal buruk terjadi. Tapi tetep kita harus jadi alarm pengingat yang baik, lembut dan mau mereka stel setiap hari, bukan alarm yang rebek nan ganggu yang pengen mereka banting dan ga mau mereka dengerin lagi besok harinya.
Mudah-mudahan kita semua dijadikan orang tua yang dicukupkan pengetahuannya dan bisa membimbing anak-anak kita di jalan yang benar. Aamiin